Di
manapun di dunia, jika Muslim menjadi minoritas maka mereka akan selalu dilanda
penderitaan yang nyata. Begitu pula dengan Muslim Uighur, yang penderitaannya
sangat patut menjadi perhatian umat Islam dunia. Karena apa yang dialami Muslim
Uighur tidak jauh beda dengan kondisi di Gaza, Suriah, maupun Patani.
Demikian
harapan para pengungsi Uighur saat ditemui Jurnalis Islam Bersatu (JITU) di
Turki, akhir September 2014.
Saat
ditemui, kondisi mereka sangat memperihatinkan. Amin yang berencana hijrah ke
Suriah bersama keluarganya, mengaku terpaksa keluar dari kampung halamannya
karena tidak tahan kezhaliman yang terus menerus dilakukan pemerintah China.
“Kami
tidak ada pilihan. Di China kami disiksa, para Ulama kami dibunuh, dan kami
dilarang mendirikan sekolah,” ujar Amin bersama istri dan satu anaknya bernama
Muslimah (4 tahun).
Amin
menerangkan Muslim Uyghur tidak bisa menjalankan ajaran Islam sepenuhnya di
China.
“Bahkan
untuk memelihara jenggot saja kami dipenjara,” katanya yang menerangkan ada
ribuan Ulama Uyghur dipenjara oleh pemerintah China.
JITU
pun mengkonfirmasi berita bahwa muslim Uyghur dipaksa untuk berbuka puasa oleh
pemerintah China. Amin pun membenarkannya. Berita itu, katanya, bukanlah isapan
jempol semata.
“Berita
itu benar adanya. Kami dipaksa untuk berbuka puasa di bulan Ramadhan,” ujarnya
prihatin.
Saat
ditanya, apakah Muslim Uyghur memiliki situs khusus agar media-media di
Indonesia bisa mengakses penderitaan Muslim Uyghur, Amin menjelaskan bahwa pemerintah
China melarang mereka melakukan itu.
“Banyak
dari kami takut berbicara ke dunia, karena pemerintah akan memenjara kami,”
terangnya.
“Karena
itu, seluruh akses informasi ditutup rapat-rapat oleh pemerintah China,”
tambahnya.
Hal
senada juga dikatakan Abdullah. Remaja berusia 18 tahun ini memilih keluar
diam-diam dari kampung halamannya untuk hijrah ke Suriah. Bukan hal mudah bagi
Abdullah untuk keluar. Sebab jika pemerintah China tahu dirinya akan pergi ke
Suriah, pasti akan ditangkap.
Abdullah
memaparkan nestapa muslimah Uyghur saat melahirkan. Tidak sedikit dari para
muslimah tersebut harus berpisah dengan anaknya karena arogansi pemerintah
China.
“Saat
mereka lahir, bayi mereka diambil oleh pemerintah,” terangnya dengan bahasa
Arab yang cukup fasih.
Intoleransi
pemerintah untuk menghambat regenerasi umat Islam tidak berhenti di sana.
Abdullah menerangkan meski usianya sudah 18 tahun tapi dia belum pernah
merasakan sekolah agama formal.
“Di
Provinsi Xinjiang, pemerintah melarang umat Islam untuk mendirikan madrasah,”
tandas Abdullah yang menerangkan sebutan Xinjiang adalah bentuk stereotype
pemerintah China.
Umat
Islam di Provinsi Xinjiang lebih suka disebut Muslim Uyghur.
Untuk
itu, Amin berharap Indonesia sebagai negara mayoritas muslim bisa peduli
terhadap nasib saudaranya di Uighur. Sebab mereka sudah tidak tahan dengan
tindak kekerasan yang dilakukan pemerintah China.
“Kami
berharap agar muslim Indonesia selalu memberitakan kondisi kami. Ada ribuan
ulama kami yang sekarang di penjara oleh pemerintah China. Mereka disiksa dan
dibunuh. Kami minta muslim Indonesia mendoakan kami,” ujarnya.
sumber : SpektaNews
Di manapun di dunia, jika Muslim menjadi minoritas
maka mereka akan selalu dilanda penderitaan yang nyata. Begitu pula dengan
Muslim Uighur, yang penderitaannya sangat patut menjadi perhatian umat
Islam dunia. Karena apa yang dialami Muslim Uighur tidak jauh beda dengan
kondisi di Gaza, Suriah, maupun Patani.
Demikian harapan para pengungsi Uighur saat ditemui Jurnalis
Islam Bersatu (JITU) di Turki, akhir September 2014.
Saat ditemui, kondisi mereka sangat memperihatinkan. Amin
yang berencana hijrah ke Suriah bersama keluarganya, mengaku terpaksa keluar
dari kampung halamannya karena tidak tahan kezhaliman yang terus menerus dilakukan pemerintah
China.
“Kami tidak ada pilihan. Di China kami disiksa, para Ulama kami
dibunuh, dan kami dilarang mendirikan sekolah,” ujar Amin bersama istri dan
satu anaknya bernama Muslimah (4 tahun).
Amin menerangkan Muslim Uyghur tidak bisa menjalankan ajaran
Islam sepenuhnya di China.
“Bahkan untuk memelihara jenggot saja kami dipenjara,”
katanya yang menerangkan ada ribuan Ulama Uyghur dipenjara oleh pemerintah
China.
JITU pun mengkonfirmasi berita bahwa muslim Uyghur dipaksa
untuk berbuka puasa oleh pemerintah China. Amin pun membenarkannya. Berita itu,
katanya, bukanlah isapan jempol semata.
“Berita itu benar adanya. Kami dipaksa untuk berbuka puasa
di bulan Ramadhan,” ujarnya prihatin.
Saat ditanya, apakah Muslim Uyghur memiliki situs khusus
agar media-media di Indonesia bisa mengakses penderitaan Muslim Uyghur, Amin
menjelaskan bahwa pemerintah China melarang mereka melakukan itu.
“Banyak dari kami takut berbicara ke dunia, karena
pemerintah akan memenjara kami,” terangnya.
“Karena itu, seluruh akses informasi ditutup rapat-rapat
oleh pemerintah China,” tambahnya.
Hal senada juga dikatakan Abdullah. Remaja berusia 18 tahun
ini memilih keluar diam-diam dari kampung halamannya untuk hijrah ke Suriah.
Bukan hal mudah bagi Abdullah untuk keluar. Sebab jika pemerintah China tahu
dirinya akan pergi ke Suriah, pasti akan ditangkap.
Abdullah memaparkan nestapa muslimah Uyghur saat melahirkan.
Tidak sedikit dari para muslimah tersebut harus berpisah dengan anaknya karena
arogansi pemerintah China.
“Saat mereka lahir, bayi mereka diambil oleh pemerintah,”
terangnya dengan bahasa Arab yang cukup fasih.
Intoleransi pemerintah untuk menghambat regenerasi umat
Islam tidak berhenti di sana. Abdullah menerangkan meski usianya sudah 18 tahun
tapi dia belum pernah merasakan sekolah agama formal.
“Di Provinsi Xinjiang, pemerintah melarang umat Islam untuk
mendirikan madrasah,” tandas Abdullah yang menerangkan sebutan Xinjiang adalah
bentuk stereotype pemerintah China.
Umat Islam di Provinsi Xinjiang lebih suka disebut Muslim
Uyghur.
Untuk itu, Amin berharap Indonesia sebagai negara mayoritas muslim bisa
peduli terhadap nasib saudaranya di Uighur. Sebab mereka sudah tidak
tahan dengan tindak kekerasan yang dilakukan pemerintah China.
“Kami berharap agar muslim Indonesia selalu memberitakan
kondisi kami. Ada ribuan ulama kami yang sekarang di penjara oleh pemerintah
China. Mereka disiksa dan dibunuh. Kami minta muslim Indonesia mendoakan kami,”
ujarnya.
- See more at: http://www.spektanews.com/2014/10/tak-tahan-terus-dianiaya-pemerintah.html#sthash.zjYnjvyp.dpuf