“Sejumlah pilot yang mengangkut bantuan –senjata dan makanan– tidak menjatuhkan bantuan itu kepada tentara yang berada di daerah-daerah yang terkepung khususnya Brigade 1 dan 30,” kata Hakim Al-Zamili, seorang anggota parlemen dari komisi keamanan dan pertahanan kepada Al-Arabiya.
Stasiun televisi Al-Hadath –satu grup dengan lembaga penyiaran Al-Arabiya– melaporkan bahwa pemerintah Iraq telah melakukan penyelidikan atas kejadian memalukan tersebut, yang kabarnya terjadi pada 19 September lalu di Saglawyah di Provinsi Anbar.
Media Iraq melaporkan bahwa pasukan angkatan udara berusaha menjatuhkan makanan dan amunisi
untuk tentara Iraq yang dikepung oleh tentara ISIS/ISIL di Saglawyah ketika kekeliruan itu terjadi.
“Tidak tahu apakah pilot-pilotnya kurang pengalaman, kesalahan intelijen atau itu merupakan kesalahan teknis,” kata Ghassan Attiyah presiden Iraqi Foundation for Development and Democracy kepada Al-Arabiya.
“Agar tepat sasaran, diperlukan perlengkapan yang canggih didukung oleh intelijen di lapangan untuk mengetahui keberadaan target [ISIS],” kata Attiyah yang tinggal di London dan menulis buku “The Making of Iraq: 1908-20″.
Sementara pesawat-pesawat tempur itu tidak didukung informasi intelijen yang cukup di darat, “mereka juga perlu tambahan peralatan. Apakah mereka memiliki peralatan cukup untuk mengetahui lokasi target secara tepat?” tanya Attiyah.
Meskipun demikian Attiyah mengakui bahwa kekeliruan bisa terjadi saat perang di mana pun, di mana garis depan perempuran sering kali tidak jelas dan terlebih di kalangan pasukan Iraq “kurang koordinasi” antara pasukan yang di udara dengan yang di darat.
Ali Abdulamir, seorang pengamat yang berbasis di Arbil, menyalahkan para pilot Iraq yang dianggapnya “kurang pengalaman.”
“Kebanyakan para pilot ini dipanggil kembali setelah mereka meninggalkan pekerjaannya sejak lama,” kata Abdulamir kepada Al-Hadath.
Perdana Menteri Iraq Haidar Al-Abadi belum lama ini menugaskan dua pensiunan jenderal untuk membenahi angkatan bersenjata Iraq.
Menurut Abdulamir, pemerintah harus memberhentikan dan memeriksa para jenderal lain yang dianggap bertanggungjawab atas buruknya kinerja para prajurit di lapangan, terlebih setelah banyak wilayah yang lepas dari kontrol pemerintah dan jatuh ke tangan ISIS/ISIL.
“Laporan-laporan AS mengatakan bahwa seperempat pasukan Iraq mampu melaksanakan tugasnya. Hal itu merupakan pengindahan atas wajah memalukan dari apa yang disebut sebagai tentara Iraq,” kata Abdulamir.
“Itu tidak benar, tidak ada yang namanya pasukan Iraq. Tentara Iraq sudah hancur dan apa yang kami punya adalah milisi-milisi sukarela,” imbuhnya.*
sumber : hidayatullah.com