Hari ini (Senin, 15 April 2013)
Siswa tingkat SMA, SMK dan sederajat
sedang berjuang dalam mengikuti ujian nasional tahun pelajaran 2012 – 2013. Ujian yang dilaksanakan selama 4
hari ini seakan menjadi hari yang paling menentukan masa depan siswa-siswi
tersebut. Jika dalam ujian ini tidak lulus seakan dunia akan kiamat, masa
depannya bakal suram dan yang pasti rasa kecewa dan malu bagi orang tua dan
siswa yang mengalaminya. Ia menganggap 3 tahun belajar telah sia sia. Padahal
masa depan tidak hanya ditentukan oleh hasil ujian semata. Masa depan adalah
milik bagi siapa saja yang mau meraihnya. Tidak memandang hasil ujian dan
tingkat pendidikan. Tidak jarang kita mendengar orang – orang sukses bukan dari
yang berpendidikan tinggi dan mendapatkan hasil ujian yang bagus. Tapi dari
kerja keras yang tak kenal lelah dan kemauan yang kuat untuk merubah hidup.
Dari anggapan yang salah itulah hingga tiap tahun hampir kita dengar berita
dan kabar di media massa mengenai adanya
kecurangan dalam pelaksanaan ujian tersebut. Soal yang bocor, jawaban ujian
yang beredar lewat sms; bahkan tidak jarang juga adanya oknum guru yang
ketangkap basah memberi jawaban kepada muridnya. Dari berbagai
kecurangan-kecurangan tersebut seakan memberi isyarat kepada kita bahwa
kejujuran adalah sifat yang sangat langkah kita temui pada bangsa ini. Ironis
memang, kita di kenal sebagai bangsa berpenduduk muslim terbesar dunia, tapi
tingkat kejujurannya masih dipertanyakan.
Kejujuran adalah tanda bukti keimanan. Orang mukmin pasti jujur. Kalau tidak jujur, keimanannya sedang terserang penyakit kemunafikan. Pernah seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah SAW: "Apakah mungkin seorang mukmin itu kikir?" Rasul SAW menjawab: "Mungkin saja." Sahabat bertanya lagi: "Apakah mungkin seorang mukmin bersifat pengecut?" Rasul menjawab: "Mungkin saja." Sahabat bertanya lagi, "Apakah mungkin seorang mukmin berdusta?" Rasulullah menjawab: "Tidak." (HR Imam Malik dalam kitab al Muwaththo')
Inti hadis ini menegaskan, seorang mukmin tidak mungkin melakukan kebohongan. Kejujuran adalah pangkal semua perbuatan baik manusia. Tidak ada perbuatan dan ucapan baik kecuali kejujuranlah yang mendasarinya. Oleh sebab itu, Allah menyuruh orang-orang mukmin agar selalu berkata benar dan jujur. "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang jujur/benar." (al-Ahzab [33]: 70).
Rasulullah bersabda: "Kamu sekalian wajib jujur karena kejujuran akan membawa kepada kebaikan dan kebaikan akan membawa kepada surga." (HR Ahmad, Muslim, at-Turmuzi, Ibnu Hibban)
Kejujuranlah yang menjadikan Ka'b bin Malik mendapat ampunan langsung dari Allah, sebagaimana Allah jelaskan dalam surah at-Taubah. Kejujuranlah yang menyelamatkan bahtera kebahagiaan keluarga dan kejujuran pulalah yang menyelamatkan seorang Muslim dari siksa api neraka di kemudian hari. Kejujuran adalah tiang agama, sendi akhlak, dan pokok kemanusiaan manusia. Tanpa kejujuran, agama tidak lengkap, akhlak tidak sempurna, dan seorang manusia tidak sempurna menjadi manusia.
Di sinilah pentingnya kejujuran bagi kehidupan. Rasulullah SAW pernah bersabda, "Tetap berpegang eratlah pada kejujuran. Walau kamu seakan melihat kehancuran dalam berpegang teguh pada kejujuran, tapi yakinlah bahwa di dalam kejujuran itu terdapat keselamatan." (HR Abu Dunya)
Seorang mukmin tidak cukup hanya jujur dalam ucapan dan perbuatan, tapi harus jujur dalam niat sehingga semua ucapannya, perbuatannya, kebijakannya, dan keputusannya harus didasarkan atas tujuan mencari ridho Allah SWT. Kejujuran inilah yang mendorong Umar bin Khattab memiliki tanggung jawab luar biasa dalam memerintah khilafah Islamiyah sehingga pernah berkata: "Seandainya ada seekor keledai terperosok di Baghdad (padahal beliau berada di Madinah), pasti Umar akan ditanya kelak: "Mengapa tidak kau ratakan jalan untuknya?"
Kejujuran adalah tanda bukti keimanan. Orang mukmin pasti jujur. Kalau tidak jujur, keimanannya sedang terserang penyakit kemunafikan. Pernah seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah SAW: "Apakah mungkin seorang mukmin itu kikir?" Rasul SAW menjawab: "Mungkin saja." Sahabat bertanya lagi: "Apakah mungkin seorang mukmin bersifat pengecut?" Rasul menjawab: "Mungkin saja." Sahabat bertanya lagi, "Apakah mungkin seorang mukmin berdusta?" Rasulullah menjawab: "Tidak." (HR Imam Malik dalam kitab al Muwaththo')
Inti hadis ini menegaskan, seorang mukmin tidak mungkin melakukan kebohongan. Kejujuran adalah pangkal semua perbuatan baik manusia. Tidak ada perbuatan dan ucapan baik kecuali kejujuranlah yang mendasarinya. Oleh sebab itu, Allah menyuruh orang-orang mukmin agar selalu berkata benar dan jujur. "Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang jujur/benar." (al-Ahzab [33]: 70).
Rasulullah bersabda: "Kamu sekalian wajib jujur karena kejujuran akan membawa kepada kebaikan dan kebaikan akan membawa kepada surga." (HR Ahmad, Muslim, at-Turmuzi, Ibnu Hibban)
Kejujuranlah yang menjadikan Ka'b bin Malik mendapat ampunan langsung dari Allah, sebagaimana Allah jelaskan dalam surah at-Taubah. Kejujuranlah yang menyelamatkan bahtera kebahagiaan keluarga dan kejujuran pulalah yang menyelamatkan seorang Muslim dari siksa api neraka di kemudian hari. Kejujuran adalah tiang agama, sendi akhlak, dan pokok kemanusiaan manusia. Tanpa kejujuran, agama tidak lengkap, akhlak tidak sempurna, dan seorang manusia tidak sempurna menjadi manusia.
Di sinilah pentingnya kejujuran bagi kehidupan. Rasulullah SAW pernah bersabda, "Tetap berpegang eratlah pada kejujuran. Walau kamu seakan melihat kehancuran dalam berpegang teguh pada kejujuran, tapi yakinlah bahwa di dalam kejujuran itu terdapat keselamatan." (HR Abu Dunya)
Seorang mukmin tidak cukup hanya jujur dalam ucapan dan perbuatan, tapi harus jujur dalam niat sehingga semua ucapannya, perbuatannya, kebijakannya, dan keputusannya harus didasarkan atas tujuan mencari ridho Allah SWT. Kejujuran inilah yang mendorong Umar bin Khattab memiliki tanggung jawab luar biasa dalam memerintah khilafah Islamiyah sehingga pernah berkata: "Seandainya ada seekor keledai terperosok di Baghdad (padahal beliau berada di Madinah), pasti Umar akan ditanya kelak: "Mengapa tidak kau ratakan jalan untuknya?"
Bangsa yang tak henti-hentinya
diterpa musibah dan krisis sangat membutuhkan manusia-manusia jujur, baik dalam
ucapan, perbuatan, maupun niat. “Berani Jujur, Hebat! Begitu bunyi tagline yang
sering kita dengar dan baca di media televisi. Semoga tagline ini menjadi
tantangan bagi kita semua untuk menjadikan bangsa ini bangsa yang jujur. Bangsa
yang bebas dari sifat curang dan korup.
Ganbatte!!! Harapan Itu Masih Ada……….