Oleh: Mohammad Fauzil Adhim
SEKALI kata terucap, maka kita harus bertanggung-jawab. Ia bisa menjadi asbab rahmat, bisa pula dekatkan kita pada azab. Ingat sejenak:
“وَ إِنَّ العَبْدَ لَيَتكلَّمُ بالكَلِمَةِ مِنْ سُخْطِ اللهِ لا يُلْقي لَهَا بالاً يَهوى بها فى جَهَنَّمَ”
“Sungguh seseorang mengucapkan satu kalimat yang mendatangkan kemurkaan Allah, namun dia menganggapnya ringan, karenanya dia dilemparkan ke dalam api neraka.” (HR. Bukhari).
Maka, berhati-hatilah atas kata yang terucap. Sesungguhnya agama ini telah mengangkat derajat manusia dari kehinaan ilusi diri sendiri atau sugesti yang merendahkan harkat manusia.
Cari olehmu pertolongan Allah Ta’ala dengan melakukan ketaatan kepada-Nya. Mintalah pertolongan kepada Allah Ta’ala sesuai petunjuk-Nya. Berhati-hatilah engkau dari menciptakan syari’at baru. Engkau ada-adakan cara atas nama sugesti, padahal ia berada di wilayah syari’at. Takutlah kepada Allah Ta’ala kalau-kalau kerusakan yang engkau perbuat dalam agama ini (Fitnatut Diien) ini dipersangkakan sebagai sunnah. Khawatirilah olehmu jika manusia merasa rancu antara kebaikan dan keburukan bersebab ucapanmu yang mengabaikan tuntunan dien.
Berbuat kebajikan kepada kedua orangtua (birrul walidain) merupakan perintah agama. Lakukanlah dengan perhatikan tuntunan agama ini. Jangan pula tertipu oleh ilusimu. Mengira birrul walidain, padahal engkau berbuat sesuatu kepada orangtuamu karena kejar sesuatu. Dan jangan tertipu oleh angan-anganmu. Mengira sedang melakukan kebajikan di hadapan Allah Ta’ala, padahal justru merupakan keburukan. Berhati-hati pulalah engkau dari melakukan perkara yang mungkin menyenangkan hatinya di dunia, tapi ia jadi permusuhan nyata di akhirat.
Jika ibumu sakit keras, lalu engkau cucikan kakinya karena kotor, maka ia kebaikan bagimu. Tapi jika engkau cuci kakinya untuk engkau minum airnya disebabkan menginginkan datangnya jodoh dengan segera, maka engkau telah jatuhkan dirimu pada beberapa keburukan besar. Tidak melakukan keburukan ini kecuali mereka yang telah rusak akal sehatnya; rusak pula tauhid uluhiyah dalam dirinya.
Perhatikan itu!
Ada dua keburukan (fitnah) yang kita harus berusaha menghindari. Sungguh, ini jalan kebinasaan bagi iman kita. Ia merusak iman kita. Renungilah:
“إِنَّ مِمَّا أَخْشَى عَلَيْكُمْ شَهَوَاتِ الْغَيِّ فِي بُطُونِكُمْ وَ فُرُوجِكُمْ وَمُضِلَّاتِ الْفِتَنِ”
“Sesungguhnya di antara yang aku takutkan atas kamu adalah syahwat mengikuti nafsu pada perut kamu dan pada kemaluan kamu serta fitnah-fitnah yang menyesatkan.” (HR. Ahmad).
Inilah dua kerusakan yang Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam khawatirkan menimpa kita: fitnah syahwat dan fitnah syubhat.
Fitnah syahwat terjadi karena orang memperturutkan hasrat kepada dunia. Ia gunakan cara apa saja demi meraih dunia yang jadi syahwatnya. Dan fitnah syahwat ini akan lebih merusak manakala manusia tidak merasa takut terjatuh pada kemungkaran dan kefasikan dengan dengan apa yang diucapkannya, sehingga ia ringan hati menyampaikan ajaran yang tak pernah terdengar pada generasi sebelumnya. Bersebab syahwat untuk populer atau merebut dunia, seseorang dapat terjatuh pada keburukan berikutnya, yakni penyebab fitnah syubhat.
Renungi sejenak sabda Nabi shallaLlahu ‘alaihi wa sallam tentang ucapan yang asing. Semoga kita tak terpukau olehnya, lalu mengikutinya.
سَيَكُوْنُ فِـيْ آخِرِ أُمَّتِيْ أُنَاسٌ يُحَدِّثُوْنَكُمْ مَـا لَـمْ تَسْمَعُوْا أَنْتُمْ وَلاَ آبَاؤُكُمْ ، فَإِيَّاكُمْ وَإِيَّاهُمْ
“Pada akhir zaman akan ada kaum yang berbicara kepada kalian dengan sesuatu yang tidak pernah kalian dengar dan tidak pula pernah didengar nenek moyang kalian. Maka hati-hatilah terhadap mereka.” (HR: Muslim, Ibnu Hibban & Al-Hakim).
Sumber : Hidayatullah.com
Sumber Foto
SEKALI kata terucap, maka kita harus bertanggung-jawab. Ia bisa menjadi asbab rahmat, bisa pula dekatkan kita pada azab. Ingat sejenak:
“وَ إِنَّ العَبْدَ لَيَتكلَّمُ بالكَلِمَةِ مِنْ سُخْطِ اللهِ لا يُلْقي لَهَا بالاً يَهوى بها فى جَهَنَّمَ”
“Sungguh seseorang mengucapkan satu kalimat yang mendatangkan kemurkaan Allah, namun dia menganggapnya ringan, karenanya dia dilemparkan ke dalam api neraka.” (HR. Bukhari).
Maka, berhati-hatilah atas kata yang terucap. Sesungguhnya agama ini telah mengangkat derajat manusia dari kehinaan ilusi diri sendiri atau sugesti yang merendahkan harkat manusia.
Cari olehmu pertolongan Allah Ta’ala dengan melakukan ketaatan kepada-Nya. Mintalah pertolongan kepada Allah Ta’ala sesuai petunjuk-Nya. Berhati-hatilah engkau dari menciptakan syari’at baru. Engkau ada-adakan cara atas nama sugesti, padahal ia berada di wilayah syari’at. Takutlah kepada Allah Ta’ala kalau-kalau kerusakan yang engkau perbuat dalam agama ini (Fitnatut Diien) ini dipersangkakan sebagai sunnah. Khawatirilah olehmu jika manusia merasa rancu antara kebaikan dan keburukan bersebab ucapanmu yang mengabaikan tuntunan dien.
Berbuat kebajikan kepada kedua orangtua (birrul walidain) merupakan perintah agama. Lakukanlah dengan perhatikan tuntunan agama ini. Jangan pula tertipu oleh ilusimu. Mengira birrul walidain, padahal engkau berbuat sesuatu kepada orangtuamu karena kejar sesuatu. Dan jangan tertipu oleh angan-anganmu. Mengira sedang melakukan kebajikan di hadapan Allah Ta’ala, padahal justru merupakan keburukan. Berhati-hati pulalah engkau dari melakukan perkara yang mungkin menyenangkan hatinya di dunia, tapi ia jadi permusuhan nyata di akhirat.
Jika ibumu sakit keras, lalu engkau cucikan kakinya karena kotor, maka ia kebaikan bagimu. Tapi jika engkau cuci kakinya untuk engkau minum airnya disebabkan menginginkan datangnya jodoh dengan segera, maka engkau telah jatuhkan dirimu pada beberapa keburukan besar. Tidak melakukan keburukan ini kecuali mereka yang telah rusak akal sehatnya; rusak pula tauhid uluhiyah dalam dirinya.
Perhatikan itu!
Ada dua keburukan (fitnah) yang kita harus berusaha menghindari. Sungguh, ini jalan kebinasaan bagi iman kita. Ia merusak iman kita. Renungilah:
“إِنَّ مِمَّا أَخْشَى عَلَيْكُمْ شَهَوَاتِ الْغَيِّ فِي بُطُونِكُمْ وَ فُرُوجِكُمْ وَمُضِلَّاتِ الْفِتَنِ”
“Sesungguhnya di antara yang aku takutkan atas kamu adalah syahwat mengikuti nafsu pada perut kamu dan pada kemaluan kamu serta fitnah-fitnah yang menyesatkan.” (HR. Ahmad).
Inilah dua kerusakan yang Rasulullah shallaLlahu ‘alaihi wa sallam khawatirkan menimpa kita: fitnah syahwat dan fitnah syubhat.
Fitnah syahwat terjadi karena orang memperturutkan hasrat kepada dunia. Ia gunakan cara apa saja demi meraih dunia yang jadi syahwatnya. Dan fitnah syahwat ini akan lebih merusak manakala manusia tidak merasa takut terjatuh pada kemungkaran dan kefasikan dengan dengan apa yang diucapkannya, sehingga ia ringan hati menyampaikan ajaran yang tak pernah terdengar pada generasi sebelumnya. Bersebab syahwat untuk populer atau merebut dunia, seseorang dapat terjatuh pada keburukan berikutnya, yakni penyebab fitnah syubhat.
Renungi sejenak sabda Nabi shallaLlahu ‘alaihi wa sallam tentang ucapan yang asing. Semoga kita tak terpukau olehnya, lalu mengikutinya.
سَيَكُوْنُ فِـيْ آخِرِ أُمَّتِيْ أُنَاسٌ يُحَدِّثُوْنَكُمْ مَـا لَـمْ تَسْمَعُوْا أَنْتُمْ وَلاَ آبَاؤُكُمْ ، فَإِيَّاكُمْ وَإِيَّاهُمْ
“Pada akhir zaman akan ada kaum yang berbicara kepada kalian dengan sesuatu yang tidak pernah kalian dengar dan tidak pula pernah didengar nenek moyang kalian. Maka hati-hatilah terhadap mereka.” (HR: Muslim, Ibnu Hibban & Al-Hakim).
Sumber : Hidayatullah.com
Sumber Foto