Untuk pertama kalinya setelah 65 tahun kehadirannya menjajah dan merampas
bangsa dan tanah Palestina, pasukan militer Israel mengaku diperalat terhadap
tindakan tak manusiawi pada warga Palestina.
Pengakuan ini ini muncul setelah munculnya 43 komandan dari pasukan elit yang disebut Unit 8200 yang buka suara atas semua aktivitas jahatnya selama ini.
“Hal itu setelah 43 komandan dan pasukan dari unit intelijen militer yang paling rahasia di Israel yang dikenal dengan Unit 8200 menandatangani piagam pengakuan resmi yang mereka ajukan kepada Netanyahu dan Ya’alon. Mereka menyatakan resmi menolak menjalankan tugasnya di wilayah Palestina terjajah karena aktivitas spionase amoral terhadap warga Palestina,” demikian salah satu tulisan Mazen Hammad, kolumnis surat kabar berbasis di Qatar Al Watan.
Seperti diketahui, belum lama ini publik dikagetkan dengan pengakuan 43 veteran intelejen militer penjajah Israel yang menolak kembali bertugas di wilayah Palestina, karena merasa berdosa mematai-matai warga tak bersalah.
Penolakan disampaikan dalam surat terbuka yang dipublikan sebuah koran berbahasa Ibrani terbitan Tel Aviv baru-baru ini. Surat ini ditanda-tangani 43 veteran dan reservist. Mereka terdiri dari petugas, mantan instruktur, dan bintara senior, dari unit khusus intelejen militer bernama Unit 8200 — dalam bahasa Ibrani disebut “Yehida Shmoneh-Matayim”.
Menurut Mahen Hammad, agresi penjajah terhadap Gaza rupanya membuka kedok aktivitas jahat Israel selama ini.
“Meski ada 24 personel militer di tahun 2002 menyatakan menolak bergabung dalam operasi pembunuhan terencana di Jalur Gaza setelah terbunuhnya dan terlukanya 100 warga Palestina dalam operasi serangan udara ke rumah tokoh Hamas Syeikh Shalah Syahadah, namun “keluhan (sikap keberatan) bersejarah” saat ini yang dimulai format (pengaduannya) beberapa bulan sebelum agresi ke Jalur Gaza telah membuka kedok sikap dan prilaku sistematis penindasan secara politis Israel terhadap warga Palestina,” tulisnya dikutip PIC.
Umumnya yang dikeluhkan oleh penandatangan surat itu adalah bahwa sebagian besar dari tugas mereka tidak terkait dengan keamanan Israel dan pembelaan diri. Namun tugas mereka adalah memperpanjang penjajahan dengan cara menguasai semua sendi-sendi kehidupan warga Palestina di Tepi Barat.
Para komandan dari pasukan elit Israel itu menegaskan dengan pernyataan yang pasti menolak diperalat untuk memperdalam kekuasaan militer di tanah terjajah.
Para penandatangan piagam di atas menyimpulkan bahwa intelijen Israel berusaha menciptakan perpecahan di dalam masyarakat Palestina. Bahkan sebagian kalangan militer Israel yang membelot itu mengungkap sebagian detail “mengerikan” terkait aktivitas Unit 8200. Salah satunya terkait memata-matai secara personal warga Palestina, termasuk kehidupan keluarga dan seksualnya, masalah keuangan dan sakit yang diderita. Semua dilakukan dengan tujuan memeras dan memaksa agar bisa bekerjasama dengan Israel untuk tujuan mata-mata.*
Pengakuan ini ini muncul setelah munculnya 43 komandan dari pasukan elit yang disebut Unit 8200 yang buka suara atas semua aktivitas jahatnya selama ini.
“Hal itu setelah 43 komandan dan pasukan dari unit intelijen militer yang paling rahasia di Israel yang dikenal dengan Unit 8200 menandatangani piagam pengakuan resmi yang mereka ajukan kepada Netanyahu dan Ya’alon. Mereka menyatakan resmi menolak menjalankan tugasnya di wilayah Palestina terjajah karena aktivitas spionase amoral terhadap warga Palestina,” demikian salah satu tulisan Mazen Hammad, kolumnis surat kabar berbasis di Qatar Al Watan.
Seperti diketahui, belum lama ini publik dikagetkan dengan pengakuan 43 veteran intelejen militer penjajah Israel yang menolak kembali bertugas di wilayah Palestina, karena merasa berdosa mematai-matai warga tak bersalah.
Penolakan disampaikan dalam surat terbuka yang dipublikan sebuah koran berbahasa Ibrani terbitan Tel Aviv baru-baru ini. Surat ini ditanda-tangani 43 veteran dan reservist. Mereka terdiri dari petugas, mantan instruktur, dan bintara senior, dari unit khusus intelejen militer bernama Unit 8200 — dalam bahasa Ibrani disebut “Yehida Shmoneh-Matayim”.
Menurut Mahen Hammad, agresi penjajah terhadap Gaza rupanya membuka kedok aktivitas jahat Israel selama ini.
“Meski ada 24 personel militer di tahun 2002 menyatakan menolak bergabung dalam operasi pembunuhan terencana di Jalur Gaza setelah terbunuhnya dan terlukanya 100 warga Palestina dalam operasi serangan udara ke rumah tokoh Hamas Syeikh Shalah Syahadah, namun “keluhan (sikap keberatan) bersejarah” saat ini yang dimulai format (pengaduannya) beberapa bulan sebelum agresi ke Jalur Gaza telah membuka kedok sikap dan prilaku sistematis penindasan secara politis Israel terhadap warga Palestina,” tulisnya dikutip PIC.
Umumnya yang dikeluhkan oleh penandatangan surat itu adalah bahwa sebagian besar dari tugas mereka tidak terkait dengan keamanan Israel dan pembelaan diri. Namun tugas mereka adalah memperpanjang penjajahan dengan cara menguasai semua sendi-sendi kehidupan warga Palestina di Tepi Barat.
Para komandan dari pasukan elit Israel itu menegaskan dengan pernyataan yang pasti menolak diperalat untuk memperdalam kekuasaan militer di tanah terjajah.
Para penandatangan piagam di atas menyimpulkan bahwa intelijen Israel berusaha menciptakan perpecahan di dalam masyarakat Palestina. Bahkan sebagian kalangan militer Israel yang membelot itu mengungkap sebagian detail “mengerikan” terkait aktivitas Unit 8200. Salah satunya terkait memata-matai secara personal warga Palestina, termasuk kehidupan keluarga dan seksualnya, masalah keuangan dan sakit yang diderita. Semua dilakukan dengan tujuan memeras dan memaksa agar bisa bekerjasama dengan Israel untuk tujuan mata-mata.*
Sumber : Hidayatullah.com