Sebagai menkominfo baru, mau tak mau, sosok ataupun gaya kepemimpinan
Rudiantara pasti bakal dibanding-bandingkan dengan Tifatul Sembiring
selaku menkominfo terdahulu.
Meski demikian, sebelum perbandingan itu semakin liar, Rudiantara dengan tegas tak mau dibandingkan dengan Tifatul yang kini menjadi anggota DPR RI untuk periode 2014-2019 tersebut.
"Jangan dibanding-bandingkan orang. Kita lebih baik lah, tujuannya lebih bagus lah, itu tidak bagus," ungkapnya kepada media di Jakarta.
Sebelumnya, Rudiantara menyebut jika Kominfo selama ini masih mengadopsi aturan main rezim perizinan. Dimana hal itu dianggap sudah tak cocok lagi.
Sehingga dengan statusnya sebagai menkominfo yang baru, ia pun ingin mendobrak rezim perizinan tersebut.
Misalnya UU Telekomunikasi tahun 36/1999 itu PP-nya ada dua:
PP Penyelenggaraan dan PP Tentang Frekuensi. Dimana menurut Ruadiantara itu adalah warisan rezim perizinan.
"Sekarang kan kita harus mulai shifting, bukan hanya izin, tapi apa aspek pelayanannya. Standar pelayanan minimum seperti apa? Agar, kepentingan masyarakat juga terlindungi," lanjutnya
Menteri juga belum tahu apakah aturan itu harus direvisi atau tidak, yang penting kepentingan masyarakat itu lebih diutamakan.
Termasuk juga terkait tarif yang juga harus sebanding dengan standar pelayanan minimumnya. Apalagi Indonesia memiliki UU Perlindungan Konsumen.
"Tapi kan belum ada turunannya, khususnya untuk telekomunikasi. Kemudian apakah harus menunggu itu? Tidak harus, kita kan bisa self regulatory. Misalkan ATSI (Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia), ayo ATSI bikin sendiri di antara ATSI. Kemudian APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia), ayo bikin di antara APJII," kata Rudiantara.
"Jadi pemerintah itu hanya jadi fasilitator, pembuat policy maker, kemudian tanda tangan. Pemerintah itu bukan operator, pemerintah saya katakan ada dua
Dia punya kontrol dari APBN, satu lagi adalah policy maker".
"Pemerintah adalah pembuat perintah. Jadi mesti kerjanya memerintah, ayo begini, perintah terus perintah terus. Kalau nggak jangan (jadi) pemerintah," tutupnya. sumber : http://inet.detik.com
Meski demikian, sebelum perbandingan itu semakin liar, Rudiantara dengan tegas tak mau dibandingkan dengan Tifatul yang kini menjadi anggota DPR RI untuk periode 2014-2019 tersebut.
"Jangan dibanding-bandingkan orang. Kita lebih baik lah, tujuannya lebih bagus lah, itu tidak bagus," ungkapnya kepada media di Jakarta.
Sebelumnya, Rudiantara menyebut jika Kominfo selama ini masih mengadopsi aturan main rezim perizinan. Dimana hal itu dianggap sudah tak cocok lagi.
Sehingga dengan statusnya sebagai menkominfo yang baru, ia pun ingin mendobrak rezim perizinan tersebut.
Misalnya UU Telekomunikasi tahun 36/1999 itu PP-nya ada dua:
PP Penyelenggaraan dan PP Tentang Frekuensi. Dimana menurut Ruadiantara itu adalah warisan rezim perizinan.
"Sekarang kan kita harus mulai shifting, bukan hanya izin, tapi apa aspek pelayanannya. Standar pelayanan minimum seperti apa? Agar, kepentingan masyarakat juga terlindungi," lanjutnya
Menteri juga belum tahu apakah aturan itu harus direvisi atau tidak, yang penting kepentingan masyarakat itu lebih diutamakan.
Termasuk juga terkait tarif yang juga harus sebanding dengan standar pelayanan minimumnya. Apalagi Indonesia memiliki UU Perlindungan Konsumen.
"Tapi kan belum ada turunannya, khususnya untuk telekomunikasi. Kemudian apakah harus menunggu itu? Tidak harus, kita kan bisa self regulatory. Misalkan ATSI (Asosiasi Telekomunikasi Seluler Indonesia), ayo ATSI bikin sendiri di antara ATSI. Kemudian APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia), ayo bikin di antara APJII," kata Rudiantara.
"Jadi pemerintah itu hanya jadi fasilitator, pembuat policy maker, kemudian tanda tangan. Pemerintah itu bukan operator, pemerintah saya katakan ada dua
Dia punya kontrol dari APBN, satu lagi adalah policy maker".
"Pemerintah adalah pembuat perintah. Jadi mesti kerjanya memerintah, ayo begini, perintah terus perintah terus. Kalau nggak jangan (jadi) pemerintah," tutupnya. sumber : http://inet.detik.com