"Paris March Ditunggangi Israel?" by @hasmi_bakhtiar (S2 Lille Perancis)

08:23

 
Oleh Hasmi Bakhtiar
(Mahasiswa Indonesia di Perancis)

Ada komentar tentang aksi "Paris March" sebagai solidaritas terhadap tragedi penembakan Charlie Hebdo hari ini di Paris, dengan mengatakan: 'C'est une journée historique, je n'avais jamais vu ça' (ini hari yang bersejarah, yang belum pernah saya lihat sebelumnya).

Saya sangat setuju dengan komentar tersebut, karena tidak kurang dari 50 pemimpin dunia dan 2,5 juta masyarakat Perancis memadati Place de la République, Paris, Mengikuti aksi tersebut, Minggu (11/1/2015). Aksi solidaritas tidak hanya terjadi di kota Paris, tapi hampir disetiap kota besar di Perancis. Sehari sebelumnya aksi yang sama digelar masyarakat Lille di Porte de Paris, juga di Marseille, Montpellier, Nantes dan kota lainnya di Perancis.

Tentu kita bahagia sekaligus bangga, melihat respon positif internasional menolak aksi kekerasan. Respon seperti ini semacam harapan bagi warga dunia, bahwa berdiri bersama menolak semua bentuk kejahatan tanpa mengenal bangsa dan warna kulit bukanlah hal yang mustahil. Tentu kita tidak mengharapkan fenomena langka hari ini hanya sebatas ceremonial tanpa pengaruh apapun untuk perdamaian dunia kedepan.

Dibalik fenomena luar biasa tersebut, muncul celetukan: wah hebat sekali para pemimpin dunia ini, hanya berselang beberapa hari setelah tragedi Charlie Hebdo mereka sepakat hadir dan berkumpul di Paris, ditengah kesibukan mereka sebagai kepala negara. Apakah ini pertanda masyarakat dunia sudah bosan dengan aksi kekerasan? Atau ada sebab lain dibelakang Paris March hari ini?

Mari kita coba flash back kondisi dalam negeri Perancis dan beberapa negara 'panas' dalam beberapa bulan terakhir. Dua bulan yang lalu, warga Perancis diramaikan dengan issue kemerdekaan Palestina. Melalui parlemen mereka mendesak presiden Francois Holland mengakui kemerdekaan Palestina, yang konsekuensinya mengakui eksistensi Hamas di Gaza.

Baru-baru ini, usulan resolusi yang diajukan Palestina ditolak DK PBB. Dalam reoslusi tersebut, Palestina menuntut penarikan mundur Israel dari wilayah pendudukan, dan meminta kemerdekaan pada tahun 2017 depan. Tidak patah arang, Palestina melanjutkan perjuangan dengan mengajukan keanggotan Mahkamah Kejahatan Internasional ( ICC ) untuk melawan Israel.

Benjamin Netanyahu, menyampaikan langsung kepada Dubes Perancis untuk Israel, Patrick Mazonav, bahwa Israel sangat khawatir dengan langkah diplomasi yang dilakukan Palestina, dan lebih khawatir lagi jika Perancis mendukung langkah tersebut.

Bagi yang mengikuti episode perjuangan kemerdekaan Palestina, baik perjuangan di meja perundingan maupun perjuangan bersenjata, tentu sudah paham, yang memegang peran penting Palestina adalah Hamas, kalau perdamaian yang dimaksud adalah perdamaian Israel dengan Fatah tentu hari ini sudah bisa disebut perdamaian. Tetapi yang selalu menjadi sandungan adalah Hamas, yang meminta Israel hengkang dari Palestina.

Kembali kepada topik bahasan, desakan parlemen Perancis agar mengakui Palestina tentu membuat Israel berang, belum lagi keputusan pengadilan Uni Eropa yang mencabut Hamas dari daftar organisasi teroris. Israel langsung menggalang dukungan internasional dan memaksa Uni Eropa membatalkan keputusan Uni Eropa tersebut.

Beberapa jam setelah peristiwa Charlie Hebdo, menteri luar negeri Israel, Avigdor Lieberman langsung merespon dengan menawarkan bantuan pasukan bersenjata untuk mengamankan kota Paris, namun pemerintah Perancis menolak. Sehari setelah itu terjadi peristiwa penyanderaan di toko milik yahudi di Paris, Israel kembali merespon dengan memanggil Dubes Perancis untuk Israel Patrick Mazonav. Dalam pertemuan tersebut Netanyahu meyakinkan Paris bahwa yang terjadi adalah aksi teroris, dan kita harus galang dukungan internasional untuk melawan mereka, sambil mengatakan Hamas juga bagian dari teroris.

Sabtu10/01/2015 Hamas merespon pernyataan Netanyahu dan mengatakan Israel memamfaatkan situasi di Perancis untuk menyudutkan Hamas dan Palestina.

Dua hari yang lalu, media ternama Perancis, Le Monde melaporkan ada rencana terkait berkumpulnya pemimpin dunia di Paris. Kemudian France Info juga melaporkan hal yang sama, tapi setelah itu tidak ada lagi media yang membahas berita tersebut. Sampai sabtu malam, baru Le Monde melaporkan daftar nama pemimpin dunia yang akan hadir di Paris pada Minggu 11/01/2015 siang. Dan hari ini terbukti kampanye yang ditawarkan Netanyahu berhasil, terlihat Netanyahu berada di barisan terdepan dalam aksi tersebut, seperti yang di laporkan media Le Monde minggu petang.

Saya tidak mengatakan Paris March hari ini merupakan akal-akalan Israel berkampanye anti teroris dengan kata lain anti Hamas. Saya juga tidak ingin mengatakan peristiwa Charlie Hebdo adalah konspirasi Israel untuk menghasut dunia agar memusuhi islam. Yang menjadi catatan bagi saya adalah, jangan biarkan Israel menjadikan luka dunia dan masyarakat Perancis atas peristiwa Charlie Hebdo sebagai amunisi untuk menghabisi lawannya. Jangan sampai 50 pemimpin dunia dan 2,5 juta masyarakat Perancis yang mengikuti Paris March hari ini tanpa mereka sadari dijadikan alat oleh Israel untuk menekan Uni Eropa dan lembaga dunia lainnya agar memusuhi Hamas dan Palestina. Jangan sampai!

*Hasmi Bakhtiar, alumni Al-Azhar Cairo, kini sedang studi S2 di Universitas Lille3 Perancis jurusan Relation Internationales. Akun twitter: @hasmi_bakhtiar

*sumber : piyungan online

Artikel Terkait

Next Article
« Prev Post
Previous Article
Next Post »
Penulisan markup di komentar
  • Untuk menulis huruf bold gunakan <strong></strong> atau <b></b>.
  • Untuk menulis huruf italic gunakan <em></em> atau <i></i>.
  • Untuk menulis huruf underline gunakan <u></u>.
  • Untuk menulis huruf strikethrought gunakan <strike></strike>.
  • Untuk menulis kode HTML gunakan <code></code> atau <pre></pre> atau <pre><code></code></pre>, dan silakan parse kode pada kotak parser di bawah ini.

Disqus
Tambahkan komentar Anda

No comments

Kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan