Putri Captain Irianto, pilot AirAsia QZ8501 yang mengalami musibah Ahad, 28 Desembar 2014 lalu, muncul ke hadapan publik melalui sebuah acara interview di televisi dan memohon masyarakat tidak menyalahkan Ayahnya.
"Dia hanya korban dan sekarang belum ditemukan. Keluarga kami sekarang masih berduka", ujar Angela Anggi Ranastianis.
"Sebagai
anak perempuannya, saya tidak bisa menerima ini. Tak ada pilot yang
ingin mencelakakan penumpangnya," ujar Anggi kepada TV One.
Pemerintah
Indonesia telah berjanji untuk menyelidiki dugaan pelanggaran yang
dilakukan oleh AirAsia Indonesia. Dugaan pelanggaran itu adalah pesawat
QZ8501 telah terbang di luar jadwal yang diberikan saat pesawat itu
mengalami musibah di Laut Jawa, Ahad 28 Desember 2014, dengan 162
penumpang di dalamnya. Hingga hari ini, Ahad, 4 Januari 2015, baru
ditemukan 34 jenazah.
Kini,
ijin rute Surabaya-Singapura yang dioperasikan maskapai AirAsia telah
dibekukan. Akan tetapi, Otoritas Penerbangan Sipil Singapura mengatakan,
mereka telah memberi ijin penerbangan pada hari Ahad selama periode
musim dingin, termasuk tanggal 28 Desember 2014 tersebut.
Hingga
kini, belum jelas bagaimana sebuah pesawat milik maskapai penerbangan
AirAsia yang berinduk di Malaysia bisa terbang tanpa ijin yang
berkepentingan dari lokasi keberangkatan.
Menurut
AirNav, lembaga resmi negara yang membawahi Air Traffic Control (ATC),
sebelum lepas landas, Captain Irianto meminta ijin untuk terbang pada
ketinggian di atas ketinggian yang seharusnya untuk menghindari badai.
Namun permintaan tersebut ditolak karena ada pesawat-pesawat di atasnya,
yang sudah memiliki jalur tetap.
Dalam
komunikasi terakhir dengan Air Traffic Control (ATC), mantan pilot
tempur yang sangat terlatih itu, meminta ijin untuk mengubah arah untuk
menghindari ancaman badai sistemik. Kemudian ATC kehilangan kontak,
kira-kira 40 menit setelah lepas landas.
Sebuah
laporan awal yang dikeluarkan laman BMKG, mengindikasikan cuaca pada
saat pesawat jatuh, menjadi pemicu terjadinya musibah, setelah menilik
bahwa pesawat masuk ke dalam awan badai.
"Berdasarkan
data yang diterima dari lokasi saat terjadinya kontak terakhir, cuaca
menjadi pemicu di balik musibah ini," sebut laporan tersebut, mengacu
pada gambar satelit infra merah yang menunjukkan puncak suhu awan
tersebut minus 80 - minus 85 derajat celcius.
"Fenomena
cuaca yang paling memungkinkan adalah membeku yang bisa menimbulkan
kerusakan mesin sebagai akibat proses pendinginan yang mendadak. Ini
salah satu kemungkinan yang terjadi berdasarkan analisis data
meteorologi", ungkap laporan tersebut.
Hingga
kini, belum jelas, mengapa pesawat lain di rute yang sama tak
terpengaruh oleh cuaca dan analisis lain mengatakan belum ada cukup
informasi untuk menjelaskan musibah ini.
"Tak
relevan untuk membuat asumsi penyebab musibah karena kita belum
menemukan black box," ujar mantan KASAU Chappy Hakim kepada kantor
berita AFP
Lima
bagian besar dari Airbus A320-300 telah ditemukan dengan Kalimantan.
Tapi cuaca buruk pada minggu lalu menghalangi pencarian besar-besaran
yang dibantu oleh beberapa negara termasuk Amerika Serikat dan Rusia.
Selama
jeda sesaat karena cuaca buruk, tim penyelam turun ke laut dan
menemukan reruntuhan besar dari pesawat serta 1 jenazah, 3 jenazah
lainnya ditemukan mengapung di laut, menjadikan jumlah korban yang
berhasil dievakuasi sejumlah 34 orang hingga Ahad, 4 Januari 2014 ini.
"Para
penyelam mencoba turun ke dasar laut, tapi jarak pandang di dasar laut
adalah 0. Sangat gelap dan dasar laut berlumpur, dengan arus sebesar 3
sampai 5 knot" The divers "managed to go down but the visibility at the
sea bottom was zero, it was dark and the seabed was muddy, with currents
of three to five knots," ujar Kepala Basarnas Marsekal Madya FH Bambang
Soelistyo kepada reporter.
Bambang mengatakan, kelima potongan tubuh pesawat yang ditemukan Ahad pagi, berukuran 10 x 1 meter.
Pencarian,
imbuh Bambang Soelistyo, difokuskan di area sebelah Barat Daya
Pangkalan Bun, juga diperluas ke arah Timur, karena bagian pesawat juga
mungkin terbawa arus.
Operasi
pencarian ini mengutamakan penemuan penumpang yang menjadi korban, di
mana 155 penumpangnya adalah warga negara Indonesia, 3 warga Korea, 1
warga Malaysia, 1 warga Inggris dan seorang warga Perancis, yaitu co
pilot Remi Plesel.