Sofwan-nama
samaran- mengundurkan diri dari kepengurusan di sebuah Organisasi yang
baru ia geluti. Sejak dulu ia dikenal sebagai seorang yang aktif dan
berjiwa organisatoris. Tidak hanya aktif, namun ia seorang yang juga
punya kharismatik dan penuh daya tarik. Gaya bicara yang tepat dan
sistematis, kata-katanya yang sanggup menggugah hati, sikapnya yang
lembut dan teguh, penampilannya yang selalu rapi dan sopan, berwajah
tampan dan cerdas selalu menjadi daya tarik tersendiri dan memukau
banyak orang.
Namun belakangan, ia banyak menghindar dari
Organisasi yang di dalam kegiatannya tidak ada pemisah antara laki-laki
dan perempuan. Ketika ditanyakan apa alasan pengunduran diri tersebut,
ia menjawab, “Akhir-akhir ini, beberapa orang perempuan menaruh
perhatian lebih pada saya dan sering menghubungi saya dengan alasan
keperluan organisasi. Dan yang parahnya, ada salah seorang dari mereka
yang selalu memikirkan diri saya, cerita seorang teman yang sekamar
dengannya. Saya sadar dengan kesanggupan saya, masih sulit bagi saya
untuk menahan pandangan mata dan menjaga niat, apalagi kondisi saya yang
belum menikah. Biarlah hal itu saya tinggalkan untuk sementara waktu,
sampai kondisi saya stabil dan saya telah siap, dan itu saya lakukan
agar iman saya selamat dan ibadah saya lebih khusyuk dan tenang.”
Tindakan Sofwan menurut sebagian orang akan
dianggap sebagai tindakan yang kurang tepat, dengan segala argumen yang
menjadi dasar penolakan mereka. Dan sebagian lain cenderung untuk
menyetujui, juga dengan segala dalil yang memperkuat pendapat tersebut.
Intinya, kembali pada masing-masing individu, dari arah mana dan
kerangka berfikir bagaimana yang dipakai dalam menanggapi sikap Sofwan
di atas. Likulli ra`sin ra`yun (Setiap kepala punya pendapat).
Menurut hemat penulis, orang seperti Sofwan adalah diantara contoh orang yang punya muraqabatullah (merasakan
pengawasan Allah). Firman Allah `Azza wa Jalla : “Dia mengetahui
khianatnya pandangan mata dan apa yang disembunyikan oleh hati.” (QS.
Ghafir: 19).
Sofwan sangat sadar bahwa kemanapun, dimanapun, dan
kapanpun, Allah selalu melihat dan mengetahui gerak-geriknya, bahkan
apa yang dibisikkan hatinya. Ia sadar akan potensi hasrat yang ada dalam
dirinya terhadap lawan jenis, ia juga tahu akan kadar kemampuan
kontrolnya terhadap dirinya.
Saat ini, cinta lokasi tidak hanya menimpa para
artis, tapi kisah-kisah aktifis dakwah yang jatuh cinta di lokasi medan
dakwah juga sering terjadi dan ini tidak hanya menimpa orang-orang yang
belum menikah, tapi juga orang-orang yang sudah menikah, seperti
beberapa pengakuan dalam rubrik tanya-jawab yang pernah penulis baca di
beberapa situs Islam dan pengaduan beberapa orang. Itu baru yang
mengaku, sedangkan yang belum terungkap, penulis menduga masih banyak.
Bagaimanapun juga seseorang akan sulit untuk
menundukkan pandangan mata, menjaga iman, dan menjaga niat di hati
kalau sudah berhadapan langsung dengan lawan jenis. Apalagi bila lawan
jenis tersebut punya daya tarik; seperti tampan atau cantik, pintar,
menawan, santun, banyak ilmu, jadi rujukan, dan nilai-nilai plus
lainnya. Akan timbul berbagai bisikan di hati yang datang dari setan dan
hawa nafsu. Baik yang disadari ataupun tidak, yang kalau tidak bisa
dikontrol akan selalu mengganggu hati dan pikiran.
Walau kita tidak menafikan bahwa diantara kumpulan
orang banyak dalam suatu kegiatan ada orang-orang yang soleh dan kuat
imannya. Tapi forum itu dibuka untuk umum. Dan orang yang banyak
tersebut walau secara zahir terlihat soleh, tapi kita tidak tahu
bagaimana isi hati dan kadar iman mereka. Karena setiap orang tidak
berada dalam kadar iman yang tetap dan sama. Setiap orang berbeda kadar
iman dan pengamalan serta pemahaman agamanya.
Orang-orang yang sudah berkeluarga terkadang tidak
bisa terhindar dari hal ini, maka bagaimanakah dengan orang-orang yang
belum menikah. Dan orang-orang yang imannya kuat masih bisa terkena
virus ini, maka bagaimanakah dengan orang-orang yang imannya masih lemah
dan ala kadarnya.
Inilah menurut penulis diantara sebab tidak dianjurkannya ikhtilath (bercampur-baur)
antara laki-laki dengan perempuan dalam suatu kegiatan karena lebih
besar mudharatnya, bahkan dalam hal ibadah dan belajar sekalipun. Dan
kita semua mafhum bahwa wanita adalah senjata syetan paling ampuh
untuk menyeret seorang hamba Allah ke lembah nista. Dan syetan tersebut
menjadikannya sebagai tunggangannya. Rasulullah shallallahu `alaihi wa
sallam telah mengingatkan kita: “Tidaklah aku tinggalkan setelahku
fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada fitnahnya wanita.”
(HR. Bukhari dan Muslim).
Diantara kita barangkali pernah mendengar melalui
berita atau secara lansung, bagaimana seorang Ustadz menodai
santriwatinya, seorang guru ngaji mencabuli muridnya, dan cerita-cerita
lainnya yang sangat memilukan hati kita. Bahkan dalam lingkungan
pesantren, hubungan surat-menyurat antara santri dengan santriwati
sering terjadi, pertemuan di luar pesantren, berkunjung ke rumah,
hubungan ustadz dengan santriwati atau santri dengan ustadzah, bahkan
diantara ustadz dan santri/wati tersebut diusir karena perkara ini.
Apalagi di sekolah-sekolah umum yang tidak dibatasi pergaulannya, tidak
dipisah antara laki-laki dan perempuan serta sangat sedikit mengkonsumsi
pelajaran-pelajaran agama.
Dengan demikian, bagaimanapun juga adanya ikhtilath
tetap akan lebih banyak mudharatnya, baik sekarang ataupun pada masa
yang akan datang. Baik ia tampak melalui sikap ataupun tersembunyi dalam
hati dan pikiran, sehingga ia selalu menjadi bahan pikiran dan membuat
hati selalu gundah gulana.
Bagaimanakah kita akan bisa menundukkan pandangan
mata kalau kita berhadap-hadapan dengan lawan jenis, sedangkan Allah Swt
telah memerintahkan laki-laki dan wanita yang beriman untuk menundukkan
dan menjaga pandangan mata mereka.
Allah telah memerintahkan pada wanita-wanita
beriman untuk tidak berkata-kata yang akan menimbulkan hasrat, seperti
halus, lunak dan sejenisnya, sehingga tidak timbul niat buruk dalam diri
orang-orang yang hatinya berpenyakit.
Dan Allah telah perintahkan kita untuk tidak
mendekati zina. Untuk tidak melakukan segala perbuatan yang membawa
pada perbuatan zina. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
menerangkan dalam sabda beliau : “Sesungguhnya Allah –‘azza wa jalla-
telah menetapkan bagi setiap bani Adam bagiannya dari zina, ia mengalami
hal tersebut secara pasti. Kedua mata zinanya adalah memandang, kedua
telinga zinanya adalah mendengar, lisan zinanya adalah berbicara, tangan
zinanya adalah memegang dan kaki zinanya adalah berjalan dan hati
berhasrat dan berangan-angan dan kemaluan yang membenarkan semua itu
atau mendustakannya.” (HR. Bukhari )
Al-Hafidz Ibnu Hajar –rahimahullah- berkata:
“Sesungguhnya zina tidak khusus hanya pada kemaluan, bahkan dia termasuk
atas apa-apa yang selain dari kemaluan baik mata atau yang selainnya.”
Ibnu Baththal rahimahullah- berkata: “Mata, mulut,
dan hati dinyatakan berzina karena semuanya itu mengajak kepada zina
yang hakiki (dan kemaluan yang membenarkan atau mendustakannya).”
Al-Imam Ibnu Qayyim rahimahullah- berkata:
“Pandangan mata adalah asal dari seluruh bencana yang menimpa manusia.
Dari pandangan akan melahirkan lintasan di hati. Lintasan di hati akan
melahirkan pikiran, sehingga timbul syahwat. Dan dari syahwat lahir
keinginan yang kuat yang akan menjadi kemantapan yang kokoh, dari sini
pasti akan terjadi perbuatan di mana tidak ada seorang pun yang dapat
mencegah dan menahannya. Karena itulah bersabar menahan pandangan itu
lebih mudah dari pada bersabar menanggung kepedihan setelahnya.”
Kisah-kisah perselingkungan dalam kehidupan kota
metropolitan adalah suatu hal yang biasa dan sering terdengar. Suami
yang selingkuh dengan sekretarisnya di kantor ataupun istri yang
selingkuh dengan teman sekantor dan lainnya banyak terjadi, baik itu
terungkap atau masih tersembunyi. Istri yang terlalu sibuk di luar
rumah dengan segala aktifitasnya, baik di kantor atau pun aktifitas
lainnya terkadang terpeleset dalam hubungan gelap dengan laki-laki lain.
Sehingga ia sering sms-an, telponan, jalan berdua, makan berdua dan
akhirnya terjadi hubungan yang haram itu. Begitu juga dengan suami yang
sibuk di kantor atau keluar kota untuk suatu keperluan, terkadang juga
terkena hal ini.
Apalagi di masyarakat Barat, hidup yang tidak ada
ruh agamanya, hidup yang bebas berekspresi, bebas berpendapat dan
berbuat, hal-hal ini tentu sudah biasa terjadi.
Maka langkah yang baik, yang selamat dan yang akan
menjaga pandangan mata, kejernihan hati, kemanisan iman, dan ibadah
adalah sedapat mungkin menghindari segala kegiatan yang disana ada
ikhtilath (bercampur baur ) antara laki-laki dengan perempuan, terutama
bagi yang belum menikah. Dengan demikian kita akan bisa merasakan
indahnya bermunajat, nikmatnya beribadah, manisnya ketaatan pada Allah,
lezatnya berzikir dan membaca al-Qur`an dan khusyuknya shalat.
Terakhir, penulis serahkan pada pembaca, karena
anda lebih tahu dengan diri anda masing-masing, dan setiap kita punya
persepsi masing-masing. Mari kita jujur dengan nurani kita, apakah
dengan ikhtilath mata kita bisa terjaga, pendengaran kita bisa
terjaga, niat dan hati kita bisa terjaga, kata-kata kita bisa terjaga,
dan pikiran kita bisa terjaga? Kalau kita yakin bisa, silahkan
berinteraksi dalam kerangka saling tolong-menolong pada kebaikan dan
ketaatan dan tetap ada batasannya.
Dan kalau belum bisa mengontrol diri, tentu menjaga
iman, ketenangan hati, dan kemanisan beribadah lebih utama
dipertahankan dan diprioritaskan. Pada intinya setiap orang harus bisa
dengan bijak dan tepat melihat kemampuan dirinya, sehingga dengan
demikian ia akan bisa secara tepat memposisikan dirinya dan tidak salah
dalam menempatkan diri. Wallahu a`lam bish-showab. Semoga bermanfaat.
Salam hangat dari Kairo,
marif_assalman@yahoo.com
http://www.eramuslim.com/oase-iman/racun-dan-fitnah-dari-wabah-ikhtilath.htm#.U_AdiGMgZXU