Ada sebuah pekerjaan yang sangat mudah dilakukan orang, karena memang hanya
bermodal mulut saja. Apa itu? Coba aja sesekali anda melihat atau nonton TV,
entah itu acara siaran langsung . seperti nonton sepak bola piala dunia,
sinetron, musik, lawak dan lain sebagainya.
Coba lihat komentar ini:
“Loh tuh orang kok kurus amat”
“ Duh kasihan tu perutnya, gendut sekali!”
“ Ya ampun kok tuh orang tinggi amat”
“ Nah ini dia semampai, semeter tidak sampai”
“ Kok rambutnya panjang sekali?”
“ Gila, ni orang mau enaknya sendiri!”
Dan banyak sekali komentar yang kalau dikumpulkan bisa segudang penuh!
Mengapa demikian? Ya karena seperti pada alinea pertama di atas, orang mudah
sekali memberi komentar, apa lagi di medsos, media social, orang bergitu bebas
mencari maki atau menghina orang lain! Dan kalau komen anehnya jarang yang
baik, yang muncul dari komentar itu biasanya selalu dari sisi negatifnya, bukan
dari sisi posistifnya.
Dan ternyata komentar seperti itu, komenter yang negatif, sudah terjadi
berabad-abad yang lalu, lihat aja ketika ada orang bijak sedang berjalan
bersama murid-muridnya, dan di tengah perjalanan mereka melihat bangkai seekor
kambing, apa yang dikatakan oleh murid-muridnya?
“ Wah bau sekali bangkai kambing itu!”
Jadi yang terlontar pertama kali adalah bau bangkai kambing itu. Tapi apa
yang dikatakan oleh orang bijak tersebut pada muridnya?
“ Coba lihat gigi kambing itu, putih!”
Yang dilihat oleh orang bijak bukan baunya, tapi gigi putih kambing itu!
Jadi yang dilihat yang baiknya, yang positifnya. Beda sekali dengan
murid-muridnya yang menutup hidung dan melontarkan kata “ bau sekali bangkai
kambing itu!” Di sini terlihat sekali bedanya, obyeknya sama, bangkai kambing,
tapi beda cara melihatnya, beda sudut pandangnya atau beda cara melihatnya!
Jadi obyeknya sendiri itu netral, tinggal bagaimana cara melihatnya, bisa
positif bisa negatif.
Begitu juga cara pandang atau melihat suatu obyek atau sebuah peristiwa,
apapun namanya. Yang pikirannya selalu negatif, apa lagi yang hobinya mencela,
melihat yang baik, belum tentu berakhir dengan kebaikan, yang muncul malah
celaan, karena yang dicari yang salahnya, bukan yang baiknya. Tapi orang yang
berpikir positif melihat sesuatu yang bisa selalu baik, walau mungkin saja kurang
tepat, tapi dikemas dengan baik.
Kembali kepada orang yang komentar selalu buruk atau yang hobynya mencela,
ya karena di hatinya memang yang ada keburukan, selalu pikirannya buruk sangka,
dan paling senang mencari kesalahan orang.
Seperti kata Dai terkenal:”
keluarnya isi teko tergantung pada isinya, isi teh keluar teh, masa isi teh
keluarnya kopi! Atau isinya air putih, masa keluarnya air kotor!” Dan mungkin
di sini persoalnnya, betapa mudah mencari kesalahan orang lain, persis seperti
kata pepatah” semut di seberang lautan kelihatan, gajah di pelupuk mata tak
nampak!”
Bagi orang yang kerjaannya tukang mencela atau hobynya mencela, tak ada
kebaikan sedikitpun pada orang lain! Yang ada hanya kesalahan, demi kesalahan
yang di lihatnya! Coba aja lihat komentar di atas, melihat orang kurus,
dibilang kekurusan. Melihat orang gemuk, disebut bola bekel! Melihat orang
pendek, disebut semampai, semeter tidak sampai alias kependekan, melihat orang
tinggi, disebut “tiang listrik!”
Ada aja istilah yang menandai keburukan seseorang, apa lagi kalau melihat
pelawak, yang suka sekali menjadikan obyek kekurangan pisik orang lain, yang
dijadikan obyek lawakannya, ini pelawak tidak cerdas!
Memang orang tertawa,
tapi sebenarnya tidak lucu, karena caranya melawak bukan bermain logika, tapi
sesungguhnya menghina orang lain!
Kembali kepada orang yang hobinya mencela! Yang namanya mencela itu adalah
mencari kekurangan atau kesalahan orang lain atau mencari keburukan orang lain,
ya mudah sekali, pepatahnya juga jelas sekali, semut yang begitu kecil di
sebarang lautan kelihatan jelas, namun gajah yang dipelupuk mata tidak
terlihat! Jadi kesalahan kecil orang lain mudah sekali dilihatnya, tapi
kesalahan diri sendiri tak dilihatnya!
Disinilah perlu ada orang lain yang bijak, kalau mencari kesalahan itu
mudah, tapi mampukan berkata baik, berkomen yang baik, bicara yang baik-baik
saja. Maka yang mulia bersabda: “ Kalau tidak bisa berkata yang baik, diamlah!”
Nasehat yang sangat baik untuk pergaulan dalam hidup dan kehidupan ini. Jangan
berkata, kalau tidak bisa yang baik atau lebih baik diam daripada berkata-kata
yang buruk, kotor, jorok dan lain sebagainya.
Menghina itu mudah, mecari kesalahan itu gampang, mencela itu ringan, tapi
mampukah untuk berbuat baik, berkata baik. Bila tak mampu memuji, ya jangan
mencela. BIla tak mampu berbuat baik, minimal jangan melakukan keburukan dan
seterusnya. Oya, jangan ketukar orang yang hobinya mencela dengan kritik, kalau
kritik yang membangung itu bukan kesalahan, tapi kalau kritik niatnya menghancurkan
itu baru kesalahan.
Lalu bagaimana solusinya? Ya paling mudah banyak istigfar dan sering-sering
mengkoreksi diri, “jangan-jangan kita sama dengan mereka yang suka mencela?”
Dan bila melihat orang lain melakukan kesalahan ya diperbaiki, bukan dihina atau
dicela, apa lagi hanya dijadikan obyek omongan atau gibah, “waduh doble
dosanya, sudah tidak bisa memperbaiki, eh malahan diomongin saja”
Dan hati-hati dalam pergaulan, karena siapa tahu orang yang didepanmu
tersenyum manis, tapi dibelakangmu akan mengejek habis-habisan. Atau hati-hati
terhadap orang yang menjelek-jelekan orang lain di hadapanmu, karena pada
gilirannya orang tersebut akan menjelek-jelekan kamu di depan orang lain,
karena memang begitulah hobinya orang yang tukang mencela.
Untuk itu mari berdoa kepadaNya, agar terlindung dari perbuatan mencela dan
selamat dari perbuatan orang yang hobinya mencela. Kalau tetap terkena celaan,
padahal sudah menghindar, ya pakai jurus pamungkas, EGP aja! “ Emangnya Gue
Pikirin!”
Oleh: Syaripudin Zuhri
sumber : eramuslim.com