Nunuk, warga Desa Ranu Pane kepada Tempo, Kamis, 11 Desember 2014, mengatakan, dari tahun ke tahun, pendangkalan Ranu Pane semakin parah. "Sekitar 1980-an, rumah-rumah di sekitar danau saat ini dulunya masih danau," ujar wanita yang juga Kepala Urusan Keuangan Desa Ranu Pane tersebut. Pendangkalan yang terjadi pada Ranu Pane akibat lumpur kiriman dari bukit-bukit yang mengelilingi danau seluas sekitar 1 hektare itu.
Menurut Nunuk, luas danau tersebut saat ini kurang dari 1 hektare. "Untuk kedalamannya saat ini hanya tinggal 3 meter saja dari sebelumnya sekitar 7 meter," tutur Nunuk. Dia mengatakan sekitar sepuluh tahun lagi, Ranu Pane berganti menjadi daratan. "Bisa dikaveling-kaveling," ujarnya. Pendangkalan dan penyempitan tersebut diperparah oleh air hujan yang mengikis tanah ladang pertanian di perbukitan sekitar danau.
Air yang mengikis tanah pertanian warga terdistribusi ke bawah menjadi lumpur yang alirannya menuju ke danau. "Akibatnya, danau penuh lumpur dan menjadi dangkal," tuturnya. Karena danau dikelilingi perbukitan berupa ladang-ladang pertanian penduduk setempat, lumpur yang memenuhi danau berasal dari semua penjuru mata angin. Sementara itu, Kepala Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Ayu Dewi Utari mengatakan solusi jangka pendek masalah penyempitan dan pendangkalan adalah melakukan pengerukan pada danau.
"Sedangkan solusi jangka panjangnya adalah dengan mengubah struktur tanaman di bukit sekeliling Ranu Pane menjadi tanaman keras. "Masalahnya, lahan pertanian sayur yang dikelola masyarakat itu merupakan penghasilan utama warga," ujar Ayu, Kamis siang. Sedangkan alternatif penghasilan selain dari pertanian sayur, tutur Ayu, belum ada. Karena itu, dia meramalkan, dalam hitungan sepuluh tahun mendatang, Ranu Pane akan lenyap. "Padahal danau ini sebagai tampungan air. Ketika tampungan air tidak ada, saya tidak bisa membayangkan apa yang bakal terjadi," katanya.[tempo.co]
