Di
suatu masjid seperti biasa selepas shalat shubuh, seorang pemuda duduk
di masjid sambil menunggu matahari terbit. Dia bukan hanya sekedar duduk
santai ketika itu, tetapi dia membuka beberapa lembaran Al Qur’an yang
telah dihafalnya dan dia mengulang-ulang untuk menguatkan dalam hatinya.
Setelah itu, dia tidak lupa berdzikir dengan bacaan dzikir yang telah
dituntunkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamketika pagi.
(Al Wabilush Shoyib min Kalamith Thoyib, hal.63, Maktabah Syamilah)
Muhammad Abduh Tuasikal
Namun,
ada suatu kondisi yang berkebalikan. Di belakang dia terdapat seorang
pemuda juga yang sebaya dengannya. Ketika sehabis shalat shubuh dan
membaca dzikir setelah shalat, pemuda yang kedua ini malah mengambil
tempat di belakang. Sambil bersandar di dinding dan akhirnya
perlahan-lahan kepalanya tertunduk kemudian tertidur pulas hingga
matahari terbit. Inilah sebagian kondisi kaum muslimin saat ini. Sehabis
shalat shubuh di masjid, sebagian di antara kita ada yang memanfaatkan
waktu pagi karena dia mengetahui keutamaan di dalamnya. Ada pula yang
tertidur pulas karena telah dipengaruhi rayuan setan dan tidak mampu
mengalahkannya.Perlu kita ketahui bersama bahwa waktu pagi adalah waktu
yang sangat utama dan penuh berkah.
Tulisan berikut akan sedikit mengupas
mengenai keutamaan waktu pagi dan bagaimana memanfaatkannya. Semoga
Allah selalu memberi kita taufik untuk mengamalkan setiap ilmu yang
telah kita peroleh.
SAUDARAKU, KETAHUILAH KEUTAMAAN WAKTU PAGI
[Pertama] Waktu Pagi
adalah Waktu yang Penuh BerkahWaktu yang berkah adalah waktu yang penuh
kebaikan. Waktu pagi telah dido’akan khusus oleh Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam sebagai waktu yang berkah. Dari sahabat Shokhr Al
Ghomidiy, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,اللَّهُمَّ بَارِكْ
لأُمَّتِى فِى بُكُورِهَا
“Ya Allah, berkahilah umatku di waktu
paginya.” Apabila Nabi shallallahu mengirim peleton pasukan, beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallammengirimnya pada pagi hari. Sahabat Shokhr
sendiri (yang meriwayatkan hadits ini, pen) adalah seorang pedagang. Dia
biasa membawa barang dagangannya ketika pagi hari. Karena hal itu dia
menjadi kaya dan banyak harta. Abu Daud mengatakan bahwa dia adalah
Shokhr bin Wada’ah. (HR. Abu Daud no. 2606. Hadits ini dishohihkan oleh
Syaikh Al Albani dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abi Daud)Ibnu Baththol
mengatakan, “Hadits ini tidak menunjukkan bahwa selain waktu pagi adalah
waktu yang tidak diberkahi.
Sesuatu yang dilakukan
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (pada waktu tertentu) adalah waktu
yang berkah dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebaik-baik
uswah (suri teladan) bagi umatnya. Adapun Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengkhususkan waktu pagi dengan mendo’akan keberkahan pada waktu
tersebut daripada waktu-waktu yang lainnya karena pada waktu pagi
tersebut adalah waktu yang biasa digunakan manusia untuk memulai amal
(aktivitas). Waktu tersebut adalah waktu bersemangat (fit) untuk
beraktivitas. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallammengkhususkan do’a pada waktu tersebut agar seluruh umatnya
mendapatkan berkah di dalamnya.” (Syarhul Bukhari Libni Baththol, 9/163,
Maktabah Syamilah) [Kedua] Waktu Pagi adalah Waktu Semangat Untuk
BeramalDalam Shohih Bukhari terdapat suatu riwayat dari sahabat Abu
Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau
shallallahu’alaihi wa sallambersabda,إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ ، وَلَنْ
يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلاَّ غَلَبَهُ ، فَسَدِّدُوا وَقَارِبُوا
وَأَبْشِرُوا ، وَاسْتَعِينُوا بِالْغَدْوَةِ وَالرَّوْحَةِ وَشَىْءٍ مِنَ
الدُّلْجَةِ“Sesungguhnya agama itu mudah. Tidak ada seorangpun yang
membebani dirinya di luar kemampuannya kecuali dia akan dikalahkan.
Hendaklah kalian
melakukan amal dengan sempurna (tanpa berlebihan dan menganggap remeh).
Jika tidak mampu berbuat yang sempurna (ideal) maka lakukanlah yang
mendekatinya. Perhatikanlah ada pahala di balik amal yang selalu
kontinu. Lakukanlah ibadah (secara kontinu) di waktu pagi dan waktu
setelah matahari tergelincir serta beberapa waktu di akhir malam.” (HR.
Bukhari no. 39. Lihat penjelasan hadits ini di Fathul Bari)Yang dimaksud
‘al ghodwah’ dalam hadits ini adalah perjalanan di awal siang. Al
Jauhari mengatakan bahwa yang dimaksud ‘al ghodwah’ adalah waktu antara
shalat fajar hingga terbitnya matahari. (Lihat Fathul Bari 1/62,
Maktabah Syamilah)
Inilah tiga waktu yang dikatakan oleh Ibnu Hajar dalam
Fathul Bari sebagai waktu semangat (fit) untuk beramal.Syaikh
Abdurrahmanbin bin Nashir As Sa’di mengatakan bahwa inilah tiga waktu
utama untuk melakukan safar (perjalanan) yaitu perjalanan fisik baik
jauh ataupun dekat. Juga untuk melakukan perjalanan ukhrowi (untuk
melakukan amalan akhirat). (Lihat Bahjah Qulubil Abror, hal. 67, Maktbah
‘Abdul Mushowir Muhammad Abdullah)
BAGAIMANA KEBIASAAN ORANG SHOLIH DI PAGI HARI?
[1] Kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamAn Nawawi
dalam Shohih Muslim membawakan bab dengan judul ‘Keutamaan tidak
beranjak dari tempat shalat setelah shalat shubuh dan keutamaan masjid’.
Dalam bab tersebut terdapat suatu riwayat dari seorang
tabi’in –Simak bin Harb-. Beliau rahimahullah mengatakan bahwa dia
bertanya kepada Jabir bin Samuroh,أَكُنْتَ تُجَالِسُ رَسُولَ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم-“Apakah engkau sering menemani Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk?”Jabir menjawab,نَعَمْ كَثِيرًا
كَانَ لاَ يَقُومُ مِنْ مُصَلاَّهُ الَّذِى يُصَلِّى فِيهِ الصُّبْحَ أَوِ
الْغَدَاةَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ فَإِذَا طَلَعَتِ الشَّمْسُ قَامَ
وَكَانُوا يَتَحَدَّثُونَ فَيَأْخُذُونَ فِى أَمْرِ الْجَاهِلِيَّةِ
فَيَضْحَكُونَ وَيَتَبَسَّمُ.
“Iya. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
biasanya tidak beranjak dari tempat duduknya setelah shalat shubuh
hingga terbit matahari. Apabila matahari terbit, beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam berdiri (meninggalkan tempat shalat). Dulu para
sahabat biasa berbincang-bincang (guyon) mengenai perkara jahiliyah,
lalu mereka tertawa. Sedangkan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam
hanya tersenyum saja.” (HR. Muslim no. 670)An Nawawi mengatakan, “Dalam
hadits ini terdapat anjuran berdzikir setelah shubuh dan mengontinukan
duduk di tempat shalat jika tidak memiliki udzur (halangan).Al Qadhi
mengatakan bahwa inilah sunnah yang biasa dilakukan oleh salaf dan para
ulama. Mereka biasa memanfaatkan waktu tersebut untuk berdzikir dan
berdo’a hingga terbit matahari.” (Syarh An Nawawi ‘ala Muslim, 8/29,
Maktabah Syamilah)
[2] Kebiasaan Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhuDari Abu Wa’il,
dia berkata, “Pada suatu pagi kami mendatangi Abdullah bin Mas’ud
selepas kami melaksanakan shalat shubuh. Kemudian kami mengucapkan salam
di depan pintu. Lalu kami diizinkan untuk masuk. Akan tetapi kami
berhenti sejenak di depan pintu. Lalu keluarlah budaknya sembari
berkata, “Mari silakan masuk.” Kemudian kami masuk sedangkan Ibnu Mas’ud
sedang duduk sambil berdzikir.Ibnu Mas’ud lantas berkata, “Apa yang
menghalangi kalian padahal aku telah mengizinkan kalian untuk
masuk?”Lalu kami menjawab, “Tidak, kami mengira bahwa sebagian anggota
keluargamu sedang tidur.” Ibnu Mas’ud lantas bekata, “Apakah kalian
mengira bahwa keluargaku telah lalai?” Kemudian Ibnu Mas’ud kembali
berdzikir hingga dia mengira bahwa matahari telah terbit. Lantas beliau
memanggil budaknya, “Wahai budakku, lihatlah apakah matahari telah
terbit.” Si budak tadi kemudian melihat ke luar. Jika matahari belum
terbit, beliau kembali melanjutkan dzikirnya. Hingga beliau mengira lagi
bahwa matahari telah terbit, beliau kembali memanggil budaknya sembari
berkata, “Lihatlah apakah matahari telah terbit.” Kemudian budak tadi
melihat ke luar. Jika matahari telah terbit, beliau mengatakan,
الْحَمْدُ
لِلَّهِ الَّذِى أَقَالَنَا يَوْمَنَا هَذَا“Segala puji bagi Allah yang
telah menolong kami berdzikir pada pagi hari ini.” (HR. Muslim no. 822)
[3] Keadaan Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah di Pagi HariSyaikhul Islam Ibnu Taimiyah adalah
orang yang gemar beribadah dan bukanlah orang yang kelihatan bengis
sebagaimana anggapan sebagian orang. Kita dapat melihat aktivitas beliau
di pagi hari sebagaimana dikisahkan oleh muridnya –Ibnu Qayyim Al
Jauziyah.-Ketika menjelaskan faedah dzikir bahwa dzikir dapat menguatkan
hati dan ruh, Ibnul Qayim mengatakan, “Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
suatu saat shalat shubuh. Kemudian (setelah shalat shubuh) beliau duduk
sambil berdzikir kepada Allah Ta’ala hingga pertengahan siang. Kemudian
berpaling padaku dan berkata, ‘Ini adalah kebiasaanku di pagi hari. Jika
aku tidak berdzikir seperti ini, hilanglah kekuatanku’ –atau perkataan
beliau yang semisal ini-.”
(Al Wabilush Shoyib min Kalamith Thoyib, hal.63, Maktabah Syamilah)
Muhammad Abduh Tuasikal