Secara prinsip, Presiden Joko Widodo mendukung penghapusan sanksi kepada
pelaku tindak pidana umum dan khusus, di luar terorisme dan narkoba.
Asalkan mereka memindahkan dana yang di parkir di luar negeri ke
Indonesia.
Demikian diungkapkan Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Sigit
Priadi Pramudito saat menggelar silaturahim dengan pemimpin redaksi
media massa, Jakarta, Rabu (27/5) malam.
"Kami berusaha menjadi mediator untuk menggodok wacana itu bersama aparat penegak hukum (Kepolisan, Kejaksaan, dan KPK)."
Penghapusan sanksi pidana ini juga berlaku bagi koruptor yang memindahkan uangnya ke Indonesia.
"Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) setuju. Alasannya
daripada banyak kasus rekening gendut tak tertangani, lebih baik mereka
bawa balik uangnya dan bayar pajak."
Sigit menjelaskan sejumlah keuntungan jika orang kaya Indonesia,
termasuk pelaku tindak pidana khusus atau umum di luar terorisme dan
narkoba, memindahkan dananya dari luar negeri ke Tanah Air. Diantaranya,
pemerintah bisa mendapat pemasukan langsung dan dana tersebut bisa
dipakai untuk memutar roda ekonomi nasional
"Mereka harus bayar tebusan sekitar 10 persen-12 persen dari dana yang
diparkir. Tebusan ini sebagai penerimaan pajak. Apa jenis pajaknya,
nanti kami pikirkan."
Sebagai gambaran, menurut Sigit, dana orang Indonesia diparkir di
Singapura mencapai Rp 3 ribu-Rp 4 ribu trilun. Jika mereka memindahkan
sekitar Rp 1.000 triliun ke Indonesia, maka pemerintah bisa mendapat
pemasukan langsung sekitar 10 persen atau Rp 100 triliun.
"Kalau pemerintah dapatnya sebesar itu atau di atasnya, kebijakan ini worth it. Jika pemerintah dapatnya di bawah itu, tidak."
Persoalannya, terobosan ini membutuhkan payung hukum berupa
undang-undang. Nah, Sigit berharap inisiatif membuat beleid tersebut
datang dari legislatif.
"Nggak mungkin Kemenkeu membuat undang-undang terkait special atau legal
amnesty semacam itu, karena di luar kewenangannya. DPR sudah kami ajak
bicara."
Dia berharap pembahasan draf undang-undang terkait itu sudah bisa
diusulkan di rapat paripurna dan komisi di DPR pada Juni-Juli tahun ini
sebagai salah satu prioritas program legislasi nasional (Prolegnas)
2016. Jika tembus, pembahasan untuk menjadi undang-undang tak perlu
makan waktu lama.
"Pasal-pasalnya cuma butuh sedikit kok. Juli, Agustus, September selesai
dibahas, undang-undangnya jadi bisa dijalanin tahun ini juga."
Sumber: http://www.merdeka.com/uang/tarik-dana-ke-indonesia-presiden-jokowi-setuju-koruptor-diampuni.html
Your Ads Here
Artikel Terkait
Next Article
« Prev Post
« Prev Post
Previous Article
Next Post »
Next Post »
Penulisan markup di komentar
- Untuk menulis huruf bold gunakan
<strong></strong>
atau<b></b>
. - Untuk menulis huruf italic gunakan
<em></em>
atau<i></i>
. - Untuk menulis huruf underline gunakan
<u></u>
. - Untuk menulis huruf strikethrought gunakan
<strike></strike>
. - Untuk menulis kode HTML gunakan
<code></code>
atau<pre></pre>
atau<pre><code></code></pre>
, dan silakan parse kode pada kotak parser di bawah ini.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)