Pada masa remaja dan saat menjadi seorang pria dewasa muda, yang jauh
dari Allah, saya suka berbuat iseng, mengganggu, dan meledek
teman-teman saya yang memakai jilbab. Pada saat itu masih sangat sedikit
wanita yang menggunakan jilbab dalam kehidupan sehari-hari. Ketika itu,
wanita yang menggunakan jilbab dipandang sebagai orang-orang yang ikut
aliran tertentu.
Pada saat kehidupan saya mulai dekat dengan Allah, saya baru
menyadari betapa jahiliyah-nya saya ketika itu. Saya baru sadar, bahwa
ternyata berjilbab bagi wanita merupakan kewajiban yang tercantum dalam
Al-Qur’an. Jadi berjilbab (menutup aurat) bagi wanita sama wajibnya
seperti perintah sholat, puasa, dan ibadah lainnya.
Ketika saya mendekatkan diri dengan Allah dan berjuang menjauhi semua
maksiat yang pernah saya lakukan, saya benar-benar meniatkan diri untuk
menjadi Muslim yang kaffah. Setelah saya berangkat haji tahun 1995, dan
mendapatkan pengarahan dari “guru” saya, saya meniatkan untuk
meninggalkan bank konvensional tempat saya bekerja hingga terwujud 4
tahun kemudian (tahun 1999) untuk resign dari bank konvensional
tersebut. Demikian pula saya ingin penampilan isteri saya berubah dari
memakai pakaian konvensional menjadi memakai pakaian yang syariah. Namun
ternyata tidak mudah untuk mewujudkan hal tersebut. Isteri saya yang
sudah terbiasa memakai pakaian konvensional dan lingkungan serta
keluarganya yang juga terbiasa memakai pakaian konvensional sejak dia
kecil hingga menjadi isteri saya, membutuhkan perjuangan yang berat dan
panjang hingga benar-benar mantap memakai pakaian yang sesuai syariah.
Isteri saya baru siap berpakaian syariah dengan jilbab setelah 6
tahun pulang dari tanah suci. Isteri saya pergi ke Makkah pada tahun
1997 bersama saya yang masih bekerja di bank konvensional saat itu.
Pulang dari Makkah, isteri saya masih belum siap untuk memakai jilbab.
Dia baru mampu menggunakan pakaian yang cukup tertutup. Berbagai alasan
yang menguatkan isteri saya untuk tidak siap berjilbab. Hal utama yang
menguatkan untuk tidak berjilbab adalah rasa percaya diri (PD) yang
rendah untuk memakai jilbab. Dia merasa wajahnya tidak pas untuk
bejilbab. Ada saja rasa kurang setiap kali memakai jilbab. Padahal di
mata saya, isteri saya tambah cantik saat memakai jilbab. Namun dia
tetap tidak PD berjilbab. Namun akhirnya setelah dengan niat yang mantap
di hati isteri saya, dia berhasil pada kuartal ketiga 2003 memakai
jilbab sebagai pakaiannya sehari-hari hingga hari ini.
Alasan tidak PD untuk berjilbab bukan hanya menimpa isteri saya saja,
tetapi juga kakak perempuan saya satu-satunya, serta isteri-isteri
saudara-saudara laki-laki saya. Namun, alhamdulillah, setelah mereka
berniat dengan mantap dengan dorongan suami-suami mereka, akhirnya saat
ini mereka telah menggunakan jilbab. Saya sangat bahagia melihat photo
keluarga besar saya yang lengkap pada Idul Fitri tahun lalu (1428 H),
semua wanita dewasa memakai jilbab dalam photo tersebut. Photo itu
adalah photo keluarga terakhir yang lengkap bersama Ibunda kami (3 bulan
setelah itu Ibunda berpulang ke rahmatullah). Photo tersebut sangat
berbeda dengan photo keluarga kami pada tahun 2002 yang hampir semua
wanitanya tidak menggunakan jilbab.
Di sisi lain, banyak pula wanita yang sudah punya kesadaran penuh
untuk berjilbab, namun banyak tantangan yang harus mereka hadapi untuk
dapat menggunakan jilbab dalam kehidupan sehari-hari. Betapa banyak
wanita yang ingin berjilbab tetapi mempunyai kendala karena tempat
kerjanya yang tidak dapat menerima pegawai yang berjilbab. Mereka
benar-benar merindukan lingkungan yang dapat menerima mereka berjilbab
secara utuh.
Pengalaman isteri dan saudara-saudara saya yang berat untuk
menggunakan jilbab baik karena tidak PD maupun lingkungan yang tidak
mendukung, membuat saya sedih setiap melihat adanya pegawai lembaga
syariah yang hanya berjilbab pada hari dan jam kerja saja. Menurut
pendapat saya pribadi, sungguh sangat sayang jika 5 hari dalam sepekan
dan 10 jam dalam hari-hari tersebut menggunakan jilbab karena tuntutan
pekerjaan. Dan membuka jilbab di depan umum pada 2 hari lain dalam satu
pekan. Betapa sayangnya kesempatan yang dimiliki untuk dapat mematuhi
perintah Allah terbuang sia-sia. Mengapa masih ada pegawai lembaga
syariah tidak mampu menggunakan jilbab hanya 2 hari sepekan dan beberapa
jam di hari-hari lain, padahal lingkungan sudah mendukung. Mengapa
mereka lebih takut pada peraturan perusahaan yang mewajibkan mereka
berjilbab saat bekerja, dibandingkan takut dengan perintah Allah untuk
menutup aurat dengan berjilbab setiap saat?
Entahlah, mungkin saya yang terlalu hipokrit karena dahulu hidup saya
jauh dari Allah. Sehingga ketika kehidupan saya mendekat kepada Allah,
saya merasa sangat sayang jika ada orang-orang yang punya kesempatan
dekat dengan Allah, tetapi tidak mengikuti perintah Allah secara kaffah.
Wallahualam bishowab.
sumber : eramuslim
Your Ads Here
Artikel Terkait
Next Article
« Prev Post
« Prev Post
Previous Article
Next Post »
Next Post »
Penulisan markup di komentar
- Untuk menulis huruf bold gunakan
<strong></strong>
atau<b></b>
. - Untuk menulis huruf italic gunakan
<em></em>
atau<i></i>
. - Untuk menulis huruf underline gunakan
<u></u>
. - Untuk menulis huruf strikethrought gunakan
<strike></strike>
. - Untuk menulis kode HTML gunakan
<code></code>
atau<pre></pre>
atau<pre><code></code></pre>
, dan silakan parse kode pada kotak parser di bawah ini.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)