Myanmar mengajukan syarat bagi Muslim Rohingya yang ingin mendapatkan
kewarganegaraan. Muslim minoritas tersebut diminta mengubah etnis asal
mereka dan mengakui berasal dari Bangladesh. Syarat tersebut terdapat
dalam rencana final yang sebelumnya dirahasiakan.
Outline rencana itu telah diajukan pada Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB). ‘’Rencana telah difinalkan dan akan dirilis secepatnya,’’ kata Menteri Luar Negeri Myanmar, Wunna Maung Lwin dalam Majelis Umum PBB, Senin (30/9). Ia mengatakan rencana tersebut berdasar pada kedamaian, stabilitas, keharmonisan dan perkembangan masyarakat di negara bagian Rakhine.
Syarat tertulis dalam The Rakhine State Action Plan, yang juga berisi proyek membangun kembali rumah bagi mereka yang terlantar. Tak hanya itu, dalam outline rencana yang diperoleh Reuters juga menjamin peningkatan taraf kesehatan, pendidikan, dan pengajuan rekonsiliasi.
Bab paling kontroversial meminta muslim Rohingya menyatakan dirinya sebagai Bengali atau orang asal Bangladesh. Hal ini akan mengukuhkan pernyataan bahwa mereka adalah imigran ilegal dari Bangladesh. Padahal muslim Rohingya telah hidup di Rakhine dari generasi ke generasi.
The Rakhine State Action Plan juga menyebut pemerintah akan menyediakan tempat penampungan sementara untuk mereka yang menolak syarat tersebut. Pemerintah akan meminta Lembaga Pengungsi PBB dan UNHCR untuk mengurus mereka yang tidak mendapat kewarganegaraan sesuai plan.
Namun, juru bicara UNHCR mengatakan pada Reuters bahwa UNHCR tidak mungkin melakukan hal tersebut. Pasalnya, pengertian pengungsi adalah mereka yang melarikan diri dari konflik dan berada di perbatasan internasional.
Lembaga hak asasi manusia, Human Rights Watch menyatakan hal itu sebagai pemaksaan yang bisa mengantarkan ribuan orang ke tahanan. Direktur Human Rights Watch untuk Asia Phil Robertson mengatakan plan meningkatkan kemungkinan muslim Rohingya ditahan tanpa batas waktu.
‘’Rencana ini amat meresahkan karena akan merenggut hak mereka, mengunci mereka di tempat-tempat penampungan tertutup secara sewenang-wenang dan tanpa batas waktu,’’ kata Robertson dikutip Aljazirah. Hingga saat ini, muslim Rohingya di Myanmar yang berjumlah sekitar 1,1 juta orang tidak berkewarganegaraan.
Mereka hidup dalam kondisi apartheid seperti di negara bagian Rakhine di pesisir barat negara yang mayoritas penduduknya menganut kepercayaan Buddha. Hampir 140 ribu Rohingya masih mengungsi setelah bentrokan mematikan dengan etnis Rakhine Buddha pada tahun 2012.
sumber : ROL
Outline rencana itu telah diajukan pada Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB). ‘’Rencana telah difinalkan dan akan dirilis secepatnya,’’ kata Menteri Luar Negeri Myanmar, Wunna Maung Lwin dalam Majelis Umum PBB, Senin (30/9). Ia mengatakan rencana tersebut berdasar pada kedamaian, stabilitas, keharmonisan dan perkembangan masyarakat di negara bagian Rakhine.
Syarat tertulis dalam The Rakhine State Action Plan, yang juga berisi proyek membangun kembali rumah bagi mereka yang terlantar. Tak hanya itu, dalam outline rencana yang diperoleh Reuters juga menjamin peningkatan taraf kesehatan, pendidikan, dan pengajuan rekonsiliasi.
Bab paling kontroversial meminta muslim Rohingya menyatakan dirinya sebagai Bengali atau orang asal Bangladesh. Hal ini akan mengukuhkan pernyataan bahwa mereka adalah imigran ilegal dari Bangladesh. Padahal muslim Rohingya telah hidup di Rakhine dari generasi ke generasi.
The Rakhine State Action Plan juga menyebut pemerintah akan menyediakan tempat penampungan sementara untuk mereka yang menolak syarat tersebut. Pemerintah akan meminta Lembaga Pengungsi PBB dan UNHCR untuk mengurus mereka yang tidak mendapat kewarganegaraan sesuai plan.
Namun, juru bicara UNHCR mengatakan pada Reuters bahwa UNHCR tidak mungkin melakukan hal tersebut. Pasalnya, pengertian pengungsi adalah mereka yang melarikan diri dari konflik dan berada di perbatasan internasional.
Lembaga hak asasi manusia, Human Rights Watch menyatakan hal itu sebagai pemaksaan yang bisa mengantarkan ribuan orang ke tahanan. Direktur Human Rights Watch untuk Asia Phil Robertson mengatakan plan meningkatkan kemungkinan muslim Rohingya ditahan tanpa batas waktu.
‘’Rencana ini amat meresahkan karena akan merenggut hak mereka, mengunci mereka di tempat-tempat penampungan tertutup secara sewenang-wenang dan tanpa batas waktu,’’ kata Robertson dikutip Aljazirah. Hingga saat ini, muslim Rohingya di Myanmar yang berjumlah sekitar 1,1 juta orang tidak berkewarganegaraan.
Mereka hidup dalam kondisi apartheid seperti di negara bagian Rakhine di pesisir barat negara yang mayoritas penduduknya menganut kepercayaan Buddha. Hampir 140 ribu Rohingya masih mengungsi setelah bentrokan mematikan dengan etnis Rakhine Buddha pada tahun 2012.
sumber : ROL